Aku, Ayah, Nelayan

Gadis kecil dengan rambut berkibar dimainkan Angin Gending, duduk takzim di goncengan sebuah motor besar. Suara motor besar: dum dum dum tak mengganggu kenikmatan perjalanannya bersama sang Ayah, yang mengendarai motor tersebut.

Pelabuhan selalu menjadi tujuan Hari Minggu demi Minggu. Bersisihan dengan Sang Ayah, tak bosan memandang langit lepas, cakrawala terbentang luas, dan nelayan-nelayan kembali dari laut lepas.

“Ayah, apakah semua nelayan kembali dari pelayarannya?”, demikian pertanyaan yang keluar dari bibir mungilnya, setelah dengan tekun dia mengamati Nelayan-Nelayan.

“Tidak semua, anakku. Tidak semua mereka kembali”, jawab Sang Ayah. “Kenapa tidak semua kembali, Ayah”. Demikian dia bertanya dengan mata dipenuhi tanya dan sedih.

“Karena demikianlah sebuah perjuangan, tidak semuanya bisa berhasil.” Jawab Sang ayah sembari mentap takjub Sang Gadis Kecil.

“Perjuangan, kata Ayah? Apakah berarti Nelayan adalah Pahlawan?. Tanya Sang Anak dengan tak henti menatap kesibukan nelayan dan perahu-perahunya.

“Ya betul, kita semua adalah pahlawan, apabila kita bermanfaat bagi orang lain. Pahlawan yang tercatat dalam sejarah, maupun Pahlawan yang tidak tercatat . Namun keduanya pasti dicatat oleh Allah SWT.

“Aku ingin bermanfaat, Ayah”, Sang Gadis Cilik berujar dengan bola mata membesar, meredup, mengikuti alunan ombak laut berkejaran lembut.

“Tentu saja, anakku, maka rajin belajarlah, agar kelak mudah bermanfaat bagi orang lain”.
———————-

Pagi ini, Sang Gadis Cilik, dengan lutut yang nyeri, yang sudah menjadi seorang nenek, masih saja mengingat perbincangan itu, sembari mendengarkan sebuah lagu, yang entah mengapa Leo Kristi menuliskan liriknya secara pas dengan perbincangan tersebut, dan selalu menyanyikan dengan semangat yang menyayat.

Gulagalugu Badai Lautku, sebuah lagu yang selalu mengingatkanku tentang kenangan manis bersama Ayah.

————————-

Kemarin, Sang Maestro, Leo Kristi pergi menjemput keabadiaan.  Saya, kami berterima kasih atas karya-karya Mas Leo Kristi. Untuk saya pribadi, terima kasih dan salam takzim Mas Leo, tidak hanya karena sudah menciptakan lagu yang tak sengaja memotret kenangan saya bersama Ayah, namun menginspirasi dengan lagu-lagu yang memotret rintihan dan harapan dari petani, nelayan, dan kaum terpinggirkan, serta pembangkit kecintaan atas Negeri ini.
Selamat jalan Mas Leo Krsti, pada jalan sunyi, Engkau menjemput keabadian. Alfatehah…Semoga mendapat tempat terbaik di sisiNYA. Aamiin YRA.

———-

Alfatehah dan salam takzim untuk Almarhum Ayah dan Almarhum Ibunda. Semoga Allah SWT menempatkan dua terkasihku di tempat terbaikNYA. Aamiin YRA.

Salam jabat erat
Ririn Wulandari